Pages

Wednesday, June 28, 2006

Kaya Harapan Miskin Dukungan

Kaya Harapan Miskin Dukungan

Oleh
Martariwansyah
Menteri Dalam Negeri BEM Kema Unpad 2006/2007


Liburan datang, mahasiswapun senang. Banyak orang menyambutnya dengan berbagai kegiatan mulai dari SP (Semester Pendek), KKN (Kuliah Kerja Nyata), Persiapan Ospek, Kerja sambilan, menyusun skripsi, Balik kampung atau bahkan hanya sekedar liburan saja. Sudah selayaknya ketika akhir semester semua kegiatan belajar-mengajar menjadi off. Dan yang paling dasyatnya lama waktu liburan tidak tanggung-tanggung, 2 bulan. Maka dari itu wajar jika setiap orang berusaha memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Karena rugi sekali kalau waktu terbuang begitu saja.
Biasanya untuk beberapa lembaga kemahasiswaaan (LK) seperti BEM, BPM dan UKM tidak mengenal kata libur. Bukan karena lupa atau tidak dapet jatah, melainkan banyaknya tugas atau amanah yang memang harus dikerjakan. Seperti BEM, untuk liburan akhir semester akan selalu disibukkan dengan persiapan PMB atau Ospek mulai dari pembentukan kepanitiaan, membuat konsep acara bahkan sampai ke teknis pelaksanaan dilapangan sehingga banyak orang yang akan dibutuhkan. Begitu pula dengan BPM dan UKM mereka mempunyai banyak agenda dan kesibukan masing-masing yang notabene sangat menyita waktu pribadi. Sebagaimana pada umumnya dalam perencanaan suatu acara atau kegiatan dibutuhkan keterlibatan banyak orang. Kehadiran orang dalam suatu kepanitiaan menjadi hal yang sangat penting. Karena merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya acara. Sebab, bagaimana mungkin acara akan sukses bila hanya di usung oleh 1 atau 2 orang saja.
Banyak sekali harapan dan rencana yang dibuat, tapi sayang, jarang sekali terealisasi dengan baik, bukan karena miskin Ide, tapi lebih kepada minimnya SDM yang dimiliki. Minimnya SDM bukan juga karena orangnya malas untuk terlibat, melainkan banyaknya tugas dan amanah pribadi juga yang harus diselesaikan. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena semuanya punya prioritas dan porsinya masing-masing. Hanya saja bagaimana mensinergikan kedua kebutuhan tersebut dalam satu waktu agar bisa sejalan. Kenyataannya memang akan ada yang harus dikorbankan. Tapi itulah sebuah resiko, resiko yang harus diambil bagi mereka yang telah menghibahkan dirinya untuk organisasi. Bagi ketua panitia atau LK selayaknya lebih bijak melihat permasalahan ini, mungkin saja ada hikmah atau pembelajaran dibalik semuanya. Tapi bukan pula artinya menyerah atau pasrah begitu saja.
Mencermati fenomena dan keadaan diatas, ada beberapa titik permasalah yang menjadi alasan kenapa harapan tidak sesuai kenyataan. Pertama, tidak dibangunnya komunikasi interpersonal antar ketua dan staf sehingga pembagian jobdesk dilapangan tidak jelas. Padahal ini merupakan pokok terpenting untuk dilakukan diawal. Kedua, Sosialisasi dan publikasi kegiatan yang tidak maksimal. Hal ini akan memicu multi intrepetasi dari berbagai pihak, apakah memang acara ini serius untuk dilaksanakan. Ketiga, pembagian peran dan tugas yang tidak merata, sehingga wajar jika ada salah satu orang mengerjakan tugas lebih dari satu bahkan sampai overlap ke tugas-tugas yang lainnya. Dalam ilmu psikologi orang akan merasa ada, jika perannya dianggap penting dan salah satu caranya adalah memberikan amanah dan fungsi kerja yang lebih real dilapangan. Sehingga dia akan merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan lebih baik. Keempat, tidak adanya ”Plan B” yang disiapkan untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang ada, sebab tidak semuanya akan berjalan sesuai rencana. Perlu dicari solusi atas kendala dan hambatan yang akan timbul. Dan terakhir yang kelima, adalah arahan pola gerak yang masih belum jelas kedepannya. Mungkin banyak orang yang belum mengerti maksud dan tujuan mereka terlibat di kepanitian / organisasi ini. Apa manfaat dan kerugiannya yang akan dirasakan nantinya. Pertanyaan-pertanyaan ini harus dipahamkan terlebih dahulu dengan tujuan ketika mereka paham maka akan ada motivasi sendiri untuk bergerak sehingga akan terjadi kesatuan dalam gerakan.
Wallahualam bis shawab..

Monday, June 26, 2006

Sedihnya Lingkunganku Kini..

Sedihnya Lingkunganku Kini..
oleh: Martariwansyah

Keterpurukan kondisi bangsa saat ini tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan oleh banyak hal yang kesemuaanya akumulasi dari setiap aspek kehidupan, mulai dari terkecil hingga yang terbesar, mulai dari yang tersempit hingga ke yang terluas. Kesemerawutan dan kerumitan-kerumitan permasalahan yang kompleks belum juga menemukan titik terang yang mengarah pada solusi kongkrit dilapangan. Belum selesai masalah Tsunami di Aceh, kini bangsa Indonesia harus dihujam lagi dengan masalah banjir di NTB, gempa di Yogya dan sampah di Bandung. Kondisisi lingkungan semakin terpuruk pada posisi nadir. Efek domino akan menjadi ancaman yang siap menghadang. Contohnya saja kerusakan lahan hutan dan gunung yang terjadi setiap tahunnya menyebabkan bencana banjir dan longsor yang kronis, belum lagi ditambah dengan musim kemarau yang mengancam kekeringan lahan persawahan sehingga ketersediaan air menjadi berkurang dan inipun menjadi suatu hal yang menakutkan buat petani.
Penulis merasakan kinerja pemerintah saat ini masih belum optimal. Banyak janji dan ucapan yang dilontarkan ke publik tapi tanpa realisasi yang nyata. Pemerintah tampaknya hanya bermain dalam tataran pewacanaan dan pernyataan-pernyataan retoris. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Otto Soemarwoto yang mengkritisi bahwa upaya-upaya untuk mengakomodasi isu-isu lingkungan yang terjadi didunia oleh birokrat Indonesia hanya sebatas retorika. Menurut beliau tindakan dan upaya Indonesia melakukan perbaikan Lingkungan tidak pernah dilakukan dengan baik, hal ini bisa disebabkan karena tidak adanya program yang membumi. Misalnya saja dalam penerapan penggunaan bahan bakara gas (BBG) di Jakarta yang telah ditetapkan melalui Perda No 2 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara dimana aturan ini dijalankan untuk mendukung program Langit Biru guna mengurangi Polusi Udara di Jakarta. Tapi kenyataannya program ini hanya disambut dingin oleh masyarakat, khususnya pengusaha dan sopir angkutan umum. Mereka merasakan program ini tidak ada daya pikatnya karena kalau ditinjau dari sisi keamanan dan kenyamanannya hal ini masih mengkhawatirkan mengingat banyaknya sejumlah pristiwa ledakan tabung/tangki BBG yang menelan banyak korban. Fakta menunjukkan, sejak tahun 1994 saja telah terjadi 17 kali ledakan tabung BBG yang dipasang dimobil dan sangat beresiko pada kerugian materi dan kehilangan jiwa. Andaikan saja peristiwa ini terulang kembali maka pihak mana yang akan bertanggung jawab? Padahal program ini sudah dicanangkan oleh pemerintah sejak Juni 1986 tapi sayangnya tak pernah bergaung.(Media Indonesia, 17 Juni 2006) Yang ada hanyalah efek negatif dari sebuah pelaksanaan program yang partial. Artinya apa, bahwa program pemerintah selalu tidak berwawasan pada kontinuitas dan berkelanjutan. Semua program hanya di perlakukan semata-mata untuk proyek belaka. (Media Indonesia, 10 Juni 2006).
Berangkat dari hal itulah maka rasa prihatin penulis yang sangat besar terhadap kondisi dan keadaan lingkungan hidup yang semakin kacau saat ini, mendorong penulis untuk untuk terbiasa melakukan hal-hal yang lebih kongkrit. Mulai dari tidak merokok, membuang sampah pada tempatnya, menghemat penggunaan air, listrik dan BBM. Kurangi pemakaian AC dirumah dan dikantor..serta banyak lagi. Andaikan saja semua masyarakat dan pemerintah Indonesia sadar akan pentingnya menjaga lingkungan hidup, maka pasti banyak perubahan positif yang akan dirasakan. Jadi hayu..kita bertindak mulai sekarang buktikan kalu kita tidak hanya menjual prakata dan wacana melainkan kerja pintar dan bersahaja..

Saturday, June 24, 2006

Pendidikan Borok di Negeri Bobrok

Fakta menunjukkan sekitar 5768 orang siswa SMA tidak lulus UN, semua pihak berteriak, berkomentar dan saling tuduh. Banyak yang mempertanyakan, salah siapa dibalik kegagalan semua ini...Pemerintah ? Sekolah ? atau Siswanya ?. Hujatan, tudingan dan sumpahan saling dilontarkan akibat dari ketidakjelasan sistem pendidikan yang semakin busuk. Semua orang tidak mau berusaha berbesar hati melihat semua kekurangan di balik kegagalan ini. Kalau boleh jujur ini kesalahan semua pihak..
dari Pemerintah sendiri tidak punya standart dan ketegasan pelaksanaan sistem pendidian, kurikulum setiap tahun berubah dan tidak ada yang stabil atau boleh jadi ini implikasi dari kegagalan pemerintah dalam merealisasikan dana pendidikan sebesar 20 %. Dari sekolahnya juga tidak mempunyai kekritisan dalam menentukan sistem pelaksanaan mikro pendidikan sekolah..standar guru pengajar masih jauh dari harapan, ketersediaan buku2 sekolah masih jauh dari harapan, penurunan etos kerja yang drastis para guru semakin meningkat.. dan terakhir..dari siswanya sendiri yang tidak tahu diri...sudah tahu akan menghadapi UN masih tidak berusaha mempersiapkan dengan maksimal, karena menurut survey, mereka yang kebanyakan tidak lulus adalah siswa yang biasanya disekolah bermasalah dari segi akademis. sehingga berimplikasi negatif terhadap hasil UN yang sudah dijalani.
Artinya apa? bahwa..ini semua merupakan kelalaian yang terakumulasi dari setiap aspek dan elemen. Kita semua harus bertanggung jawab atas keborokan sistem pendidikan saat ini..Cukup sudah negeri ini bobrok akibat ulah para koruptor. jangan ditambah lagi dengan kehancuran dan ketidakjelasan mekanisme pendidikan yang belum jelas arah dan tujuannya..Mau di bawa kemana rakyat Indonesia kedepan? akan dibagaimanakan generasi penerus bangsa nanti jikalau sistem pendidikan masih seperti ini saja...Hayoo kita bangkitt !!! lawan...dan hancurkan kebodohan...

Sunday, June 18, 2006

RTF (Road To Faculty)


” RTF ”
(Road To Faculty)
LANGKAH AWAL GALANG KEKUATAN DAN BANGUN GERAKAN

Oleh
Martariwansyah
Menteri Dalam Negeri BEM Kema Unpad
2006/2007


Dalam organisasi kemahasiswaaan seperti BEM, pergantian pengurus dari satu periode ke periode adalah hal yang biasa. Pemilihan ketua, pengangkatan staf dan penyusunan program kerja merupakan beberapa unsur yang lumrah dilakukan. Setiap orang akan berlomba membuat format dan formula yang ideal. Segala aspek akan menjadi pertimbangan dan semua pertimbangan akan menjadi acuan sehingga diharapkan nantinya organisasi tersebut bisa berjalan dengan arah dan pola gerak yang lebih jelas. Tidak sampai disitu...penetapan visi dan misi menjadi suatu unsur yang terpenting. Pencapaian target-targetan mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar bahkan yang terdekat sampai yang terjauh..menjadi tolak ukur tersendiri bagi BEM untuk berjalan nantinya.
Populis, inklusif,membumi, berkontribusi, profesional dan apapun itu namanya adalah embel-embel yang dibuat sebagai output dari sebuah visi dan misi suatu organisasi. Publik ditawari, dicekoki dan diiming-imingi dengan janji-janji manis. Propaganda isu, melalui media publikasi dijadikan sebagai sarana penunjang untuk mem blow up keinginan dan maksud baik tersebut, terlepas dari apakah masyarakat kampus mengerti ataupun tidak. Hanya saja..yang sering dilupakan adalah sejauh mana tolak ukur keberhasilan visi misi tersebut dan hal konkrit apa yang langsung bisa dirasakan olah mahasiswa ketika itu dijalankan. Maka kiranya pertanyaan ini sebaiknya harus menjadi pikiran dan renungan semua pihak, terutama bagi mereka yang menamakan dirinya aktivis-aktivis kampus yang berlabel organisatoris. Jangan sampai pewacanaan ini hanya menjadi streotipe tertentu yang dibungkus rapih dalam suatu nuansa religi..
Tak salah memang ketika setiap lembaga mempunyai visi yang besar sebab hakekatnya visi itu hendaknya memang harus lebih besar dari orang atau institusinya. Mimpi untuk membuat BEM lebih membumi adalah hal yang sangat dimaklumi. Hanya saja unsur-unsur terpenting apa yang harus dicapai dan dijalankan untuk mewujudkan itu semua. Banyak langkah dan cara yang bisa diambil, contohnya silahturahmi rutin ke semua elemen kampus, libatkan semua unsur mahasiswa dalam setiap kegiatan dan tingkatkan propaganda isu secara kontinyu. Sebab hanya dengan inilah masyarakat kampus akan merasakan kehadiran BEM. Bukannya BEM ada karena mahasiswapun ada?? Satu hal yang mendasar adalah bahwa Institusi ini dibangun dan dibuat hanya untuk, oleh dan dari mahasiswa. Oleh karena itu keterlibatan dan partisipasi aktif semua elemen kampus akan menjadi ruh pergerakan BEM kedepan. Jangan sampai nantinya BEM hanya menjadi penguasa tanpa massa....
Sebagaimana diketahui posisi organisasi kemahasiswaan di Indonesia seperti BEM sangat efektif dalam menyokong SDM bangsa. Ia berdiri dan berkiprah menguatkan basis pendidikan dan segmen keilmuan. Pendidikan dan keilmuan itu akan menghadirkan karakter bangsa, semacam kemandirian, kesahajaan dan kesatuan persepsi. Sehingga menjadi arah yang paling ideal bagi mahasiswa ke depan untuk mengembangkan format gerakan yang intelektual. Salah satunya adalah RTF (road to faculty) yang merupakan wujud awal penggalangan kekuatan yang dibangun melalui gerakan kolektif kolegia dalam bentuk silahturahmi kelembagaan secara rutin. Karena nantinya akan banyak hal-hal yang menjadi irisan dalam gerakan mahasiswa kedepan baik di tingkat universitas maupun fakultas.
Dengan silahturahmi lewat RTF akan menjalin sebuah keterikatan emosional, sehingga keterbukaan informasi akan mudah diakses guna menyamakan wahana pengetahuan melalui konsolidasi dan diskusi sehari-hari. Kesepahaman maksud dan tujuan memberikan loyalitas tersendiri dalam bergerak. Karena itu, tidak mudah memperolehnya, sehingga harus senantiasa dipoles, dipupuk dan diperlihara agar menjadi akumulasi gerakan yang se-ia dan se-kata. Sebenarnya hanya cukup dengan sekelompok orang saja untuk menggerakkan sebuah organisasi atau institusi, hanya saja yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun kerjasama untuk memadukan potensi-potensi kebaikan yang ada sehingga bisa berjalan seiring dan bersinergi.
Sebagai contoh di Amerika, negara ini hanya digerak dan dikendalikan oleh beberapa puluh orang-orang saja, diantaranya adalah para dosen, ilmuwan, para manajer, pengacara, birokrat, mahasiswa, dan ketua organisasi. Mereka intens dan peduli terhadap perkembangan negaranya. Hanya saja mereka mampu mengejawantahkan dari konsep menjadi tindakan. Dan itu merupakan suatu kelebihan. Tak sampai disitu belajar dari gerakan mahasiswa era ’98 maka jelas sekali bahwa eskalasi gerakan politik kampus dibagun dari sebah konsolidasi kecil yang akhirnya melibatkan gerakan massal ke setiap elemen mahasiswa dan masyarakt di seluruh Indonesia. Hal ini bisa massif karena adanya sebuah gerakan yang dibangun secara bersama dan berkesinambungan, yang diciptakan bukan hanya bersifat temporer melainkan visioner.
Kesimpulannya adalah format gerakan yang dibangun diatas pondasi-pondasi kebersamaan akan melahirkan suatu kekuatan yang maha dasyat yang bisa menerjang dan merobohkan tirani kefeodalan. Maka dari itu harus senantiasa berkonsolidaasi dan berkoordinasi. Dan hal ini hanya bisa dibangun melalui silahturahmi dalam bentuk RTF, baik secara formal maupun informal. Dan mulai dari sekarang saatnya mahasiswa menyingsingkan lengan baju, eratkan pergelangan tangan dan rapatkan barisan.So..bangkit, lawan, hancurkan tirani..Hidup Mahasiswa...!!

Sumber Bacaan :
Ar- Rasyid, Muhammad Ahmad. Life Making, 2005
Chamami,M Rikza. Suara Merdeka, 6 Maret 2006
La Vita Nouva. Pikiran Rakyat 20 Mei 2006
Mashad, Dhurorudin. Andai aku jadi Presiden, 2004
Maxwell, Jon C. Mengembangkan Kepribadian Dalam Diri Anda, 2004
Nuraini, Atikah. Manajemen Pengetahuan Untuk Kerja-kerja Gerakan, 2006

Saturday, June 10, 2006

" SMUP " Susahnya Masuk Universitas Padjadjaran


“ SMUP “
Topeng Baru Komersialisasi Kampus


Oleh
Martariwansyah
Menteri Dalam Negeri BEM Kema Unpad
2006/2007

Kehadiran jalur-jalur khusus di kampus Unpad bukan menjadi suatu wacana baru. Hal ini sudah terjadi sejak kira-kira 3-4 tahun yang lalu. Banyak jalur-jalur pendidikan yang dibuka selain SPMB, seperti Jalur Ekstensi, Jalur Kerjasama Putra daerah, Jalur Kelas International (KPBI) dan Jalur Paralel, yang kesemuaannya itu mempunyai tahap dan mekanisme yang berbeda-beda mulai dari cara masuk dan beban uang pangkal (admission fee). Bahkan yang terbaru saat Ini adalah Unpad membuka jalur SMUP (Saringan Masuk Universitas Padjadjaran) yang akan menjadi payung dari semua jalur yang sudah ada. Dalam artian jalur-jalur yang sudah ada dihilangkan dan digabung menjadi satu jalur yaitu SMUP.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pelaksanaan jalur tersebut mempunyai landasan dan payung hukum yang kuat. Hasil diskusi dengan Anggota DPR/RI Waka Kom. X Bpk. Prof.Dr. Anwar Arifin dikatakan bahwa untuk status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang belum sah menjadi BHMN, maka tidak legal ketika harus membuka jalur-jalur baru selain SPMB. Karena hal ini tidak ada Peraturan Pemerintah apalagi Undang-undang-nya. Beda ceritanya dengan PTN lain yang sudah bergelar BHMN seperti UI, IPB, ITB, USU dan UGM, mereka mempunyai otonomi dalam menentukan kebijaksanaan dan pengelolaan lembaganya, termasuk pembukaan jalur-jalur penerimaan mahasiswa baru meskipun hal ini masih terhambat oleh Payung Hukum yang masih dianggap lemah yaitu Peraturan Pemerintah (PP).1 Nah sedangkan Unpad sendiri sudah pandai-pandainya membuka jalur-jalur baru. Disamping ketidakjelasan dari Status Unpad yang akan menjadi BHMN. Aneh bukan ??

Sekarang hal ini menjadi sebuah misteri tersendiri ditengah-tengah ketidak pastian RUU BHP yang sedang dibuat oleh Pemerintah dan Anggota DPR/RI. Boleh jadi berkuranganya sistem pengontrolan/pengawalan dari pemerintah membuat suatu celah-celah tersendiri untuk bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Jadi tidak heran ketika banyak PTN melakukan sabotase kebijakan dan curi-curi kepentingan yang sebenarnya kesemuanaya ini tidak ada landasan hukumnya. Harusnya pemerintah malu sendiri dengan ketidakberdayaannya ini. Bayangkan di Indonesia terdapat ± 81 PTN negeri yang bertengger dan 2235 buah PTS dengan jumlah mahasiswa tidak kurang dari 963.119 orang, itupun belum ditambah dengan jumlah mahasiswa dari PTS. Fantastic bukan?? Yang mengecewakan adalah tidak ada satupun PTN/PTS yang bisa masuk peringkat 10 teratas di seluruh asia apalagi dunia. Asia Week (2000 ) melakukan pendataan tentang peringkat PT yang ada diseluruh Asia, hasilnya menempatkan PT di Indonesia pada urutan yang cukup rendah yaitu urutan ke-15 untuk bidang Sains dan Teknologi dan dibawah 50 Besar untuk PT multidisiplin. UI dan UGM, berturut-turut mnempati urutan ke-63 dan 68 dari 77 PT di Asia..Sungguh Memalukan Rapot Merah Pendidikan Tinggi Indonesia saat ini. Hal ini bisa terjadi yang pasti karena Contolling System yang dilakukan oleh Pemerintah sama sekali tida bejalan disamping dana pendidikan 20% dari APBN belum bisa terealisasikan (baru 9,3 %) dengan baik. Jadi tidak heran kalau PT yang ada di Indonesia seperti Anak Ayam Kehilangan Induknya..

Harusnya Pemerintah dan PT yang ada, bisa semakin sadar melihat Potret Buruk Wajah Pendidikan kita saat ini. Khususnya Unpad, harus bisa berkaca lebih jauh lagi dengan PTN2 lain yang lebih mapan seperti di UI, kita lihat saat ini mereka tidak lagi membuka jalur-jalur khusus selain SPMB meskipun berstatus BHMN setelah kegagalan pelaksanaan program jalur PPMM (program prestasi minat mandiri) yang mematok Admission fee sampai 20-70 jt pada tahun 2003. Ternyata hasilnya sungguh memprihatinkan, banyak sekali mahasiswa yang harus di DO setelah ditahun kedua, kerena memang tidak qualifed secara akademik dan prestatik. Yang akhirnya program ini di tutup kembali.2 Di IPB Contohnya ada Program USMI yaitu jalur yang dibuka untuk putra daerah dan mahasiswa yang berkeahlian khusus, tapi sayangnya program inipun harus ditutup dengan alasan yang sama seperti di UI3. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran program-program tersebut tidak menjamin untuk majunya mutu pendidikan suatu PT, bahkan dirasakan sangat tidak efektif untuk diberlakukan. Hal ini seharusnya menjadi kritikan keras buat Unpad dan beberapa PT lainnya..Jangan sampai Pendidikan terkesan dikomersialisasikan sehingga nantinya bartentangan dengan asas-asas keadilan, mutu dan Tridaharma Perguruan Tinggi serta UUD ’45. Yang nantinya pendidikan tidak lagi milik semua rakyat indonesia tetapi lebih kepada milik segelintir orang yang beruang .

Sungguh sangat disayangkan statement yang dikeluarkan oleh salah satu Kepala Biro di PR I Unpad yang mengatakan alasan dibukanya SMUP adalah ”Mengakomodir calon-calon peserta didik yang mampu secara financial tetapi tidak mampu secara prestatik (kurang beruntung), yang dengan ini kita berikan kesempatan yang luas bagi mereka yang ingin menuntut ilmu di Unpad. Mereka boleh masuk, asalkan membayar uang Admission Fee sebesar 150 jt untuk FK, 40 jt untuk FKG dll, dengan harga formulir berkisar Rp.250.000 - 400.000,- (nilai yang cukup fantastik). Semuanya diserahkan ke mereka. Jika mau murah silahkan lewat jalur SPMB, tetapi jika tidak, maka boleh memilih SMUP, dengan konsekuensi biaya masuk yang mahal ”.Disini terlihat sekali primodealisme versi baru dimana Pendidikan hanya menjadi kepemilikan segelintir orang sehingga nantinya Orang Miskin Dilarang Sekolah. Jujur hal ini akan sangat memberatkan bagi mahasiswa yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Padahal nantinya ketika sudah masuk ke Unpad, Mahasiswa lulusan jalur SMUP ini akan mendapat fasilitas belajar yang sama dengan peserta reguler (SPMB) lainya. Sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan biaya masuk yang sudah mereka keluarkan. Pertanyaannya kemudian...dikemanakan uang sebanyak itu? Bentuk subsidi silang seperti apakah yang akan diterapkan nanti..kesemuaanya masih belum ada kejelasan. Ketidakjelasan ini membuat multi interpretasi tersendiri oleh banyak orang, jangan2 ini merupakan topeng-topeng baru liberalisasi dan kapitalisme pendidikan di Unpad???

Sebagaimana kita ketahui dengan biaya masuk PTN yang dipatok saat ini saja, masyarakat sudah memiliki stigma negatif tersendiri terhadap PTN yang menaikkan entry cost (harga masuk)- nya dengan persentase yang cukup besar sekali. Perspektif luas masyarakat terhadap PTN ini pada akhirnya menciptakan nilai psikologis ketakutan untuk masuk ke PTN bersangkutan, belum lagi ketakutan akibat adanya beberapa pungutan selain sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) yang harus dibayar pada beberapa fakultas tertentu. Hal ini kiranya harus cepat disikapi. Jangan sampai terjadi ketimpangan Pendidikan yang cukup besar dari mahasiswa yang mampu dengan yang tidak. Bukankah mengenyam pendidikan adalah hak semua rakyat Indonesia...?????

Sumber Informasi dan Bacaan:
”Format Baru Pengelolaan Pendidikan” Prof. Dr. Anwar Arifin
Anggota MWA UI
Anggota MWA IPB/Presma KM IPB
Pikiran Rakyat Selasa, 04 Mei 2004
www.kompas.co.id
”Makalah Otonomi Kampus Solusi Untuk Maju” Prof. Dr. Anwar Arifin