Pages

Saturday, June 10, 2006

" SMUP " Susahnya Masuk Universitas Padjadjaran


“ SMUP “
Topeng Baru Komersialisasi Kampus


Oleh
Martariwansyah
Menteri Dalam Negeri BEM Kema Unpad
2006/2007

Kehadiran jalur-jalur khusus di kampus Unpad bukan menjadi suatu wacana baru. Hal ini sudah terjadi sejak kira-kira 3-4 tahun yang lalu. Banyak jalur-jalur pendidikan yang dibuka selain SPMB, seperti Jalur Ekstensi, Jalur Kerjasama Putra daerah, Jalur Kelas International (KPBI) dan Jalur Paralel, yang kesemuaannya itu mempunyai tahap dan mekanisme yang berbeda-beda mulai dari cara masuk dan beban uang pangkal (admission fee). Bahkan yang terbaru saat Ini adalah Unpad membuka jalur SMUP (Saringan Masuk Universitas Padjadjaran) yang akan menjadi payung dari semua jalur yang sudah ada. Dalam artian jalur-jalur yang sudah ada dihilangkan dan digabung menjadi satu jalur yaitu SMUP.

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pelaksanaan jalur tersebut mempunyai landasan dan payung hukum yang kuat. Hasil diskusi dengan Anggota DPR/RI Waka Kom. X Bpk. Prof.Dr. Anwar Arifin dikatakan bahwa untuk status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang belum sah menjadi BHMN, maka tidak legal ketika harus membuka jalur-jalur baru selain SPMB. Karena hal ini tidak ada Peraturan Pemerintah apalagi Undang-undang-nya. Beda ceritanya dengan PTN lain yang sudah bergelar BHMN seperti UI, IPB, ITB, USU dan UGM, mereka mempunyai otonomi dalam menentukan kebijaksanaan dan pengelolaan lembaganya, termasuk pembukaan jalur-jalur penerimaan mahasiswa baru meskipun hal ini masih terhambat oleh Payung Hukum yang masih dianggap lemah yaitu Peraturan Pemerintah (PP).1 Nah sedangkan Unpad sendiri sudah pandai-pandainya membuka jalur-jalur baru. Disamping ketidakjelasan dari Status Unpad yang akan menjadi BHMN. Aneh bukan ??

Sekarang hal ini menjadi sebuah misteri tersendiri ditengah-tengah ketidak pastian RUU BHP yang sedang dibuat oleh Pemerintah dan Anggota DPR/RI. Boleh jadi berkuranganya sistem pengontrolan/pengawalan dari pemerintah membuat suatu celah-celah tersendiri untuk bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Jadi tidak heran ketika banyak PTN melakukan sabotase kebijakan dan curi-curi kepentingan yang sebenarnya kesemuanaya ini tidak ada landasan hukumnya. Harusnya pemerintah malu sendiri dengan ketidakberdayaannya ini. Bayangkan di Indonesia terdapat ± 81 PTN negeri yang bertengger dan 2235 buah PTS dengan jumlah mahasiswa tidak kurang dari 963.119 orang, itupun belum ditambah dengan jumlah mahasiswa dari PTS. Fantastic bukan?? Yang mengecewakan adalah tidak ada satupun PTN/PTS yang bisa masuk peringkat 10 teratas di seluruh asia apalagi dunia. Asia Week (2000 ) melakukan pendataan tentang peringkat PT yang ada diseluruh Asia, hasilnya menempatkan PT di Indonesia pada urutan yang cukup rendah yaitu urutan ke-15 untuk bidang Sains dan Teknologi dan dibawah 50 Besar untuk PT multidisiplin. UI dan UGM, berturut-turut mnempati urutan ke-63 dan 68 dari 77 PT di Asia..Sungguh Memalukan Rapot Merah Pendidikan Tinggi Indonesia saat ini. Hal ini bisa terjadi yang pasti karena Contolling System yang dilakukan oleh Pemerintah sama sekali tida bejalan disamping dana pendidikan 20% dari APBN belum bisa terealisasikan (baru 9,3 %) dengan baik. Jadi tidak heran kalau PT yang ada di Indonesia seperti Anak Ayam Kehilangan Induknya..

Harusnya Pemerintah dan PT yang ada, bisa semakin sadar melihat Potret Buruk Wajah Pendidikan kita saat ini. Khususnya Unpad, harus bisa berkaca lebih jauh lagi dengan PTN2 lain yang lebih mapan seperti di UI, kita lihat saat ini mereka tidak lagi membuka jalur-jalur khusus selain SPMB meskipun berstatus BHMN setelah kegagalan pelaksanaan program jalur PPMM (program prestasi minat mandiri) yang mematok Admission fee sampai 20-70 jt pada tahun 2003. Ternyata hasilnya sungguh memprihatinkan, banyak sekali mahasiswa yang harus di DO setelah ditahun kedua, kerena memang tidak qualifed secara akademik dan prestatik. Yang akhirnya program ini di tutup kembali.2 Di IPB Contohnya ada Program USMI yaitu jalur yang dibuka untuk putra daerah dan mahasiswa yang berkeahlian khusus, tapi sayangnya program inipun harus ditutup dengan alasan yang sama seperti di UI3. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran program-program tersebut tidak menjamin untuk majunya mutu pendidikan suatu PT, bahkan dirasakan sangat tidak efektif untuk diberlakukan. Hal ini seharusnya menjadi kritikan keras buat Unpad dan beberapa PT lainnya..Jangan sampai Pendidikan terkesan dikomersialisasikan sehingga nantinya bartentangan dengan asas-asas keadilan, mutu dan Tridaharma Perguruan Tinggi serta UUD ’45. Yang nantinya pendidikan tidak lagi milik semua rakyat indonesia tetapi lebih kepada milik segelintir orang yang beruang .

Sungguh sangat disayangkan statement yang dikeluarkan oleh salah satu Kepala Biro di PR I Unpad yang mengatakan alasan dibukanya SMUP adalah ”Mengakomodir calon-calon peserta didik yang mampu secara financial tetapi tidak mampu secara prestatik (kurang beruntung), yang dengan ini kita berikan kesempatan yang luas bagi mereka yang ingin menuntut ilmu di Unpad. Mereka boleh masuk, asalkan membayar uang Admission Fee sebesar 150 jt untuk FK, 40 jt untuk FKG dll, dengan harga formulir berkisar Rp.250.000 - 400.000,- (nilai yang cukup fantastik). Semuanya diserahkan ke mereka. Jika mau murah silahkan lewat jalur SPMB, tetapi jika tidak, maka boleh memilih SMUP, dengan konsekuensi biaya masuk yang mahal ”.Disini terlihat sekali primodealisme versi baru dimana Pendidikan hanya menjadi kepemilikan segelintir orang sehingga nantinya Orang Miskin Dilarang Sekolah. Jujur hal ini akan sangat memberatkan bagi mahasiswa yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Padahal nantinya ketika sudah masuk ke Unpad, Mahasiswa lulusan jalur SMUP ini akan mendapat fasilitas belajar yang sama dengan peserta reguler (SPMB) lainya. Sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan biaya masuk yang sudah mereka keluarkan. Pertanyaannya kemudian...dikemanakan uang sebanyak itu? Bentuk subsidi silang seperti apakah yang akan diterapkan nanti..kesemuaanya masih belum ada kejelasan. Ketidakjelasan ini membuat multi interpretasi tersendiri oleh banyak orang, jangan2 ini merupakan topeng-topeng baru liberalisasi dan kapitalisme pendidikan di Unpad???

Sebagaimana kita ketahui dengan biaya masuk PTN yang dipatok saat ini saja, masyarakat sudah memiliki stigma negatif tersendiri terhadap PTN yang menaikkan entry cost (harga masuk)- nya dengan persentase yang cukup besar sekali. Perspektif luas masyarakat terhadap PTN ini pada akhirnya menciptakan nilai psikologis ketakutan untuk masuk ke PTN bersangkutan, belum lagi ketakutan akibat adanya beberapa pungutan selain sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) yang harus dibayar pada beberapa fakultas tertentu. Hal ini kiranya harus cepat disikapi. Jangan sampai terjadi ketimpangan Pendidikan yang cukup besar dari mahasiswa yang mampu dengan yang tidak. Bukankah mengenyam pendidikan adalah hak semua rakyat Indonesia...?????

Sumber Informasi dan Bacaan:
”Format Baru Pengelolaan Pendidikan” Prof. Dr. Anwar Arifin
Anggota MWA UI
Anggota MWA IPB/Presma KM IPB
Pikiran Rakyat Selasa, 04 Mei 2004
www.kompas.co.id
”Makalah Otonomi Kampus Solusi Untuk Maju” Prof. Dr. Anwar Arifin

2 comments:

drg.Martariwansyah, Sp.KG said...

Asl..gua setuju banget apa yang lo bilang..pokoknya tolak SMUP..hidup BEM Kema Unpad..

Ahmad Ridha said...

Di atas dituliskan:

"Di IPB Contohnya ada Program USMI yaitu jalur yang dibuka untuk putra daerah dan mahasiswa yang berkeahlian khusus, tapi sayangnya program inipun harus ditutup dengan alasan yang sama seperti di UI."

Keterangan di atas keliru karena program USMI telah diselenggarakan jauh sebelum IPB menjadi BHMN dan masih berlangsung. Justru kebanyakan mahasiswa IPB masuk melalui jalur USMI; dalam rentang 1997 hingga 2006 mahasiswa dari jalur USMI berkisar dari 58.19% (2005) hingga 71.06% (2002) (Sumber: TPB dalam Angka).

Catatan:
- Jalur USMI serupa dengan istilah PMDK di masyarakat umum.
- TPB = Tingkat Persiapan Bersama
- Saya adalah alumni IPB, masuk lewat jalur USMI 1997 dan kini menjadi staf pengajar di IPB