Pages

Saturday, July 15, 2006

Pendidikan Anti Korupsi


Jangan Hancuri Negeri Dengan Korupsi
Oleh :
Martariwansyah
Mendagri BEM Kema Unpad 2006/2007
Baru kemarin kita menggaungkan reformasi, tapi sayang hanya sekedar basa-basi. Tidak ada implikasi apalagi realisasi. Banyak pihak yang merasa terbohongi dengan janji-janji yang tidak pasti. Masih banyak penyelewengan birokrasi yang terjadi, mulai dari tidak transparansi sampai maraknya praktek Kolusi. Boleh jadi, semua itu indikasi adanya korupsi yang semakin sulit di antisipasi.
Berbicara masalah korupsi artinya berbicara tentang etika sikap dan hati nurani. Menurut Max Weber, seorang peletak dasar metodologi ilmu sosial, mengatakan bahwa korupsi adalah mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga atau kelompok tertentu. Bentuk sederhananya seperti menggelapkan uang kantor, menyalahgunakan wewenang untuk menerima suap dan menikmati gaji buta tanpa bekerja secara serius. Artinya ada tingkah laku yang menyimpang dari tanggung jawab yang mencerminkan buruknya mental personal seseorang. Menurut ahli hukum Baharuddin Lopa, salah satu faktor lainnya adalah penegakan hukum yang masih lemah dan tidak rapihnya manajemen birokrasi serta pengawasan dari tim independen yang masih kurang sehingga menyebabkan korupsi ini terus tumbuh baik secara akut maupun kronis akibatnya sangat sulit sekali untuk diketahui dan dikendali.
Saat ini korupsi sudah merasuk di segala sendi kehidupan masyarakat. Mulai dari aspek ekonomi, hukum, politik, sosial budaya dan pendidikan. Semuanya sudah terwarnai, khususnya di dunia pendidikan. Bahaya korupsi ini menyerang tanpa memandang strata, kedudukan, golongan maupun jabatan. Semuanya bisa terjangkit mulai dari dari Taman Kanak-Kanak (TK), Perguruan Tinggi (PT) sampai ke Instansi Pemerintah. Banyak pihak yang terlibat mulai dari karyawan, guru, dosen, dekan, rektor sampai pejabat kedinasan sekalipun.
Sebagai contoh penyimpangan anggaran pendidikan dasar yang dilakoni oleh dinas pendidikan dasar DKI Jakarta telah merugikan negara sebesar Rp. 15 Miliar, melalui pengadaan honor dan uang trasport kegiatan uji kompetensi guru TK, SD, SMP sampai Mark Up biaya pembangunan gedung SMP yang tidak hemat dan terlambat.(Hasil Pemerikasaan BPK Semeter. II, 2006). Tidak sampai disitu, adanya penyelewengan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sekitar Rp. 800 Miliar oleh beberapa sekolah mengakibatkan ketidakoptimalan pelaksanaan pendidikan. Terbukti ada beberapa sekolah di daerah maupun di kota yang masih melakukan pungutan liar untuk pengadaan buku pegangan bagi siswa.(Kompas, 15 Juni 2006). Demikian halnya, praktek percaloan dan pungutan liarpun marak terjadi ketika masuk sekolah yang siswanya diharuskan membayar uang sebagai dana sumbangan pembangunan pada saat pendaftaran awal dan ulang. Padahal mestinya pihak sekolah tidak diperbolehkan memungut uang sepeserpun sebelum adanya kesepakatan komite sekolah dan pihak sekolah.(Irwan Hermawan, 2006). Namun demikian banyak lagi bentuk-bentuk penyelewengan lainnya. Jadi wajar saja jika sampai sekarang Indonesia masih menjadi negara terkorup ketiga di dunia setelah Nigeria dan Kamerun, dengan Index korupsi 1,7 kalau hal-hal diatas masih menjadi sebuah rutinitas.
Realitas diatas tidak serta merta berhenti sampai disitu saja. Pasti membawa dampak dan akibat buruk bagi negara dan masyarakat Indonesia. Terhitung pada tahun anggaran 2000/2001 kas negara telah dirugikan sebesar 91,512 trilliun rupiah. Artinya ini berdampak pada pengurangan dana pendidikan dari pemerintah yang dianggarkan 20 % (75 Triliun) menjadi tidak tercapai, terbukti sampai saat ini hanya 9,1 % (25 Triliun) saja yang terealisasi. Kondisi ini mengakibatkan penurunan mutu proses pembelajaran yang begitu signifikan, terlihat dari rendahnya pelayanan pendidikan, sarana prasarana, serta mutu tenaga pengajar yang masih jauh dari standar. Semua ini berimplikasi pada merosotnya mutu lulusan yang juga tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Sehingga tiap tahunnya angka pengaguran kerja terdidik selalu meningkat.
Dampak korupsi menimbulkan efek domino keseluruh aspek kehidupan bangsa. Sehingga secara struktural dibutuhkan solusi pintar untuk memberantas virus korupsi ini, antara lain dengan memberdayakan komisi pengawasan independen khusus untuk depdiknas, membuat UU Pendidikan Anti Korupsi, pemangkasan jalur birokrasi yang ruwet dan bertele-tele, peningkatkan gaji karyawan, guru, dosen dan pegawai pemerintah serta yang tak kalah penting adalah pembenahan kultural etika dan sikap siswa yang dididik untuk memiliki rasa malu, kepekaan sosial dan tanggung jawab moral yang tinggi dengan meningkatkan bobot atau standart materi pembelajaran. Bahkan kalau perlu dilakukan semacam training atau pelatihan pengembangan diri untuk meningkatkan kecerdasan spritual dan emosional seseorang.
Berangkat dari beberapa alternatif solusi diatas, maka kita semua menyadari bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi ini tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tapi dibutuhkan kerja kolektif kolegia semua pihak agar senantiasa selalu bekerja sama bahu membahu guna membangun Indonesia yang lebih maju.

0 comments: