Pages

Tuesday, December 18, 2007

Strategi Agar Anak Mau Ke Dokter Gigi

Dari beberapa pengalaman saya kerja di klinik maupun di puskesmas melakukan pendekatan pada anak untuk perawatan gigi boleh dibilang gampang-gampang susah. Gampangnya kalo anaknya diem, ngga rewel dan manut-manut aja maka biasanya perawatan bisa dilakukan dengan lancar, tapi akan jadi susah kalo anak sebelum duduk di dental chair aja udah nangis, marah dan akhirnya kabur duluan yang pasti perawatan ngga bakal bisa dilakukan. Maka dari itu, terkadang memang perlu strategi jitu untuk mensiasatinya agar tuh bocah bisa kooperatif selama perawatan. Ngga bisa dipaksain memang, namun yang perlu diingat bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam perawataan adalah harus adanya kerjasama yang baik antara dokter, orangtua dan anak itu sendiri. Ketiga unsur ini ngga bisa berdiri sendiri semuanya harus menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling mendukung. Tuhh kan jadi bukan tugas dokter gigi aja untuk membujuk anak agar mau dirawat tapi ini juga tugas orang tua yang ngga kalah pentingnya.

Nah..sobat-sobat semua sebenernya artikel ini diperuntukkan bagi kalian yang udah punya balita atau boleh juga yang punya adik, keponakan dan anak tetangga yang masih balita (tapi inget ya..hati-hati ntar dikirain mau nyulik lagi !!). Yang biasanya anak-anak tersebut suka alergi alias takut untuk pergi ke dokter gigi. Maka dari itu supaya mereka mau dan mudah untuk diajak ngga salahnya sobat-sobat semua tetep pantengin terus nih tips dan triknya ampe abis.. OK choy..Simak nih ya..!!

Pertama, Hilangkan Salah Persepsi Tentang Dokter Gigi, maksudnya tidak menggunakan perawatan gigi sebagai ancaman hukuman. Kenyataannya masih banyak orangtua yang suka nakut-nakutin anaknya kalo ngga mau disuruh nyusu, makan, tidur atau males buat ngerjain PR, maka giginya bakal dicabut ma dokter gigi, tau kan rasanya sakit banget dan bikin ngga enak. Di cabut ke dokter gigi memang sih ngga salah (dari pada ke tukang gigi) tapi akan jadi masalah kalo statement (pernyataan) itu digunakan untuk ancaman. Nah..sobat-sobat semua doktrin ini bener-bener salah dan harus segera dilurusin. Jangan sampai dokter gigi dijadiin sebagai kambing hitam. Karena pemahaman yang keliru ini akan semakin membuat anak tambah takut dan males untuk merawat gigi. Asal tau aja ketika kita mengucapkan itu maka dalam benak mereka akan terbayang bahwa Dokter gigi adalah makhluk yang begitu menyeramkan, kejam dan sangat membuat mereka tidak nyaman sehingga daripada nantinya akan sakit maka mendingan patuh aja ama titah orang tua. Tidak sampai disitu aja, kalimat yang dilontarkan secara berulang-ulang akan membuat trauma psikologis yang berkepanjangan dimana anak akan takut dan menolak segala sesuatu yang berbau dengan dokter gigi selama-lamanya. Nah kalo udah kayak gini kan jadi gawat bahkan untuk mengobatinya harus dilakukan terapi mental agar anak tidak trauma berkelanjutan.
Kedua, Sedini mungkin memperkenalkan anak dengan klinik gigi. Mulailah biasakan mengajak mereka untuk kontrol ke dokter gigi secara rutin setiap 6 bulan sekali. Disitu kita mulai memperkenalkan dengan hal-hal yang menarik buat mereka, tunjukkan gambar/poster tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar, makanan dan minuman yang baik untuk menjaga kesehatan gigi, jelaskan apa akibatnya kalo terlalu sering makan coklat dan permen. Tunjukkan pula model gigi yang ada sekaligus sambil tanya-tanya ke dokter giginya. Hindarkan dulu dari hal-hal menakutkan bagi mereka seperti tang-tang, suara bor, jarum suntik atau suara kegaduhan atau tangisan dari pasien yang lain. Alihkan perhatian anak sebisa mungkin dengan mengajak dia bercanda atau jalan-jalan sambil melihat-lihat poster yang ada ditempat praktek. Cara ini minimal akan membuat mereka terbiasa dengan lingkungan dan suasana di klinik gigi. Harapannya ketika sewaktu-waktu ada keluhan dengan giginya maka akan dengan mudah menurut untuk diajak ke dokter gigi. Hore..

Ketiga, Menunjukkan keberanian dihadapan anak bahwa perawatan gigi adalah wajar. Artinya berikan contoh bagi anak bahwa orang tuapun berani untuk diperiksa giginya, dan katakan selama kita dirawat maka tidak akan terjadi apa-apa percayakan sepenuhnya pada dokter gigi yang sedang memeriksa. Perlihatkan pada anak bahwa orang tuanya masih dalam keadaan sehat wal afiat tanpa cedera satu pun setelah giginya dirawat begitu juga anaknya kalo mau giginya bagus maka harus berani untuk diperiksa. Tapi yang harus di ingat, hindari dulu anak terhadap perawatan-perawatan yang menimbulkan perdarahan seperti pencabutan. Biarkan mereka menunggu diluar. Bersabarlah suatu saat nanti mereka juga akan siap untuk dilakukan hal yang sama.

Keempat, Tidak memberi sogokan pada anak agar mau ke dokter gigi. Nah..Ini juga merupakan kebiasaan yang harus dihindarkan. Jangan mengiming-imingi sesuatu untuk mengajak anak ke dokter gigi. Biarkan mereka datang dengan kemauan sendiri. Hindari janji-janji untuk memberi coklat, permen, atau uang. Khawatirnya anak akan kebiasaan dengan sikap seperti ini dimana dia akan males ke dokter gigi kalo ngga ada imbalan dari orangtuanya. Sehingga merawat gigi merupakan suatu hal yang masih memberatkan bagi mereka, pun ketika mau biasanya dengan keadaan yang terpaksa. Anak yang datang bukan atas kemauan sendiri akan sangat tidak kooperatif selama perawatan, tindakannya penuh penolakan dan susah sekali untuk mematuhi intruksi dari dokternya. Ketika sudah seperti ini, sebaiknya anak jangan dipaksa biarkan kemauan tersebut tumbuh sendiri, biasanya ketika sudah sakit barulah dia peduli untuk mencari cara penyembuhannya. Nah..ketika disitulah kita selaku orang tua menawarkan ke anak bahwa jalan satu-satunya jika ingin sembuh maka harus ke dokter gigi sehingga anak berfikir dokter gigi memang bisa menjadi juru selamat akan rasa sakitnya. Dan kalo anak tersebut sudah percaya maka untuk perawatan selanjutnya akan lebih mudah dan tidak perlu lagi diiming-imingi. Percaya deh..!!

Kelima, Jangan memarahi atau berlaku kasar pada anak. Hal ini justru akan semakin menambah ketakutannya untuk pergi berobat ke dokter gigi. Biarkan saja kalo memang tidak mau ya jangan dipaksa. Tidak perlu di jewer apalagi sampai ditendang..(ati-ati loh Undang-Undang Perlindungan Anak). Marah akan semakin membuat dia rendah diri dimata orang lain. Anggapan mereka orang yang dimarah pasti penuh dengan kesalahan padahal tidak demikian mereka hanya butuh waktu untuk mempersiapkan mentalnya supaya lebih berani ke dokter gigi. That’s All ngga lebih. So... Semuanya butuh proses..bersabarlah !!
Keenam, Jangan membohongi anak, misalnya ketika gigi anak ingin dicabut, jangan katakan bahwa tidak akan sakit, tidak akan berdarah dan tidak akan apa-apa. Katakan sejujurnya jikalau memang dicabut nantinya akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Takutnya ketika kita bilang seperti itu dan yang dirasakan anak berbeda maka dia akan merasa dibohongi. Kapercayaannya ke orang tua dan dokter gigi akan hilang yang akhirnya kapok untuk ke dokter gigi lagi. Jadi katakan sejujurnya saja kalo misalnya dicabut mungkin akan ada rasa sakit tapi sedikit. Biar secara mental anak juga siap.OK Bos ?? Ngga bohong kan ?? Sukur-sukur kalo ngga sakit artinya kerja dokternya lebih baik dari yang diperkirakan, tapi kalo ternyata memang sakit ya memang seperti itulah adanya..he.he..

Tah..sobat-sobat semua strategi pendekatan diatas harus terus dicoba. Ngga bisa langsung terjadi begitu saja. Butuh waktu dan proses. Tapi satu hal yang harus dinget bahwa membujuk anak termasuk suatu seni mempengaruhi orang lain. Ketika berhasil akan ada kepuasan tersendiri. Jadi perlu kesabaran yang mendalam. Bagi orang tua selamat mencoba semoga tujuan kita untuk mendapatkan kesehatan gigi anak-anak kita bisa tercapai dengan sempurna !! Aminn…

1 comments:

Anonymous said...

He he aku sdg nulis tesis komunikasi interpersonal antara dokter gigi dan pasien anak, makasiy infonya ya