Pages

Thursday, March 22, 2007

Format baru DEMA

Kemana DEMA ??

Oleh
Martariwansyah
Menteri Dalam Negeri BEM Kema Unpad 2006/2007

Masih terngiang di telinga pekik perjuangan mahasiswa jalanan pada malam itu. Sekumpulan orang bergembira dan bersuka cita mendeklarasikan sebuah komunitas baru yang mereka namakan DEMA (Dewan Mahasiswa). Aliansi yang terdiri dari beberapa organ ekstra kampus ini sibuk bernyanyi silih ganti, beraksi sambil berorasi menyambut datangnya era baru, era perubahan dalam sebuah gerakan. Segar sekali dalam ingatan ketika itu beberapa orang dari mereka berkoar-koar meneriakkan aspirasi segelintir orang. ”Tegakkan reformasi,..Tolak komersialisasi,..Wujudkan demokratisasi…” yang tidak lain dan tidak bukan mereka tujukan kepada sang penguasa Unpad tercinta…Tak sampai disitu mereka juga melontarkan orasi depolitisasi atas berdirinya sebuah organisasi kemahasiswaan yang resmi eksis sejak 5 tahun silam. Familiarnya memang dengan sebutan KEMA (Keluarga Mahasiswa) Unpad. Mereka menilai bahwa KEMA tidak aspiratif, kehilangan taji, gagal mengakomodir semua kepentingan dan bahkan terindikasi ditunggangi oleh satu kepentingan politik tertentu. Tak beralasan memang, tapi ya wajar sajalah di zaman demokrasi seperti ini setiap orang berhak mengaktualisai diri, berbicara sepuas hati dan berorasi tiada henti adalah sebuah hak asasi manusia yang sangat pantas untuk dimanusiawikan baik secara kelompok maupun individu.
Gerakan setengah hati
Ikhwal gerakan ini memang terpuji, tapi sayang terkesan setengah hati. Gerakan moral yang mereka usung hanya sebatas gerakan reaktif tanpa inovatif, tidak berkelanjutan seperti tak jelas akan masa depan. DEMA tidak tampil dengan strategi self-empowering terhadap organisasi dan struktur organisasinya. Kendati dalam perjalanannya strategi ini akan mengalami hambatan yang sangat luar biasa namun mengakarkan eksistensi di bumi pertiwi adalah sebuah keniscayaan diawal-awal kehadiran. Dan jujur kami tidak melihat hal itu. Kemana DEMA??..Besarnya nama DEMA di era tahun 90-an tidak diukuti oleh besarnya gerakan mereka di era tahun 2000-an. Hilang ditelan waktu, usung terjerat masa…
Seiring keberlangsungannya selama kurang lebih setahun, DEMA belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam kancah perpolitikan kampus. Manuver-manuver politik yang mereka lancarkan sebagai sparring partner KEMA, tidak melihatkan ruh perjuangannya, padahal menurut mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Detik sekaligus pendiri Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK), Erros Djarot. Manuver politik itu sebenarnya sebagai kanal alat penerjemahan kehendak kultural manusia. Dia bergerak dan bergolak mengikuti irama politik saat itu. Sehingga wajar ketika terjadi gesekan-gesekan kepentingan didalamnya adalah kenyataan bahwa ia merupakan produk bersama yang diciptakan oleh banyak orang dengan berbagai macam maksud dan tujuan.
Hadir dengan format Baru
Sekarang titisan gerakan DEMA hadir kembali. Melaui jubah FMU (Forum Mhasiswa Unpad) mereka berkibar. Terlepas benar atau tidak akan tetapi hadirnya mereka dilatarbelakangi oleh kepentingan yang masih sama dengan pendahulunya. Sekarang konsep gerakan mereka dibungkus agak lebih cantik dibandingkan sebelumnya. Kalaulah dulu mereka memposisikan sebagai rival politik KEMA Unpad tapi sekarang lebih kepada mitra KEMA Unpad, terbukti dari gerakan mereka tidak lagi melibatkan komunitas parsial tetapi mulai berani berkolaborasi dengan gerakan intra kampus. Sebut saja BEM KEMA Unpad, BPM kema Unpad dan BEM-BEM fakultas mereka ajak berdiskusi menyamakan persepsi tentang gerakan mahasiswa unpad kedepan.
Dibalik gerakan FMU
Manuver politik FMU berangkat dari penggalangan kekuatan kembali melalui basis-basis massa organ ektra kampus (red:walupun tidak semua) kemudian mulai merambah dan menggandeng elemen intra kampus. Lalu mencuat ide untuk membentuk struktur organisasi sementara. Setelah itu menerobos dengan propaganda ISU yang mengatasnamakan FMU dengan “show up” melalui gerakan-gerakan jalanan, entahkah itu aksi maupun mimbar bebas.
Satu hal yang menarik adalah ketika hadirnya FMU ini bisa menjadi Black Campaign terhadap eksistensi KEMA Unpad mendatang. Baik secara langsung maupun tidak langsung, masyarakat kampus akan menilai bahwa adanya gerakan tandingan ini bisa me-marginal-kan eksistensi ke-KEMA-an yang pada akhirnya berimbas kepada menurunnya kredibilitas sebuah kelembagaan intra. Dan jika ini berlangsung lama maka tidak menutup kemungkinann ketika nantinya tingkat kepercayaan dan ekspetasi masyarakat kampus akan benar-benar hilang dan jujur ini sebuah pencorengan kemurnian gerakan terhadap official institution intra kampus.
Hadirnya FMU disela-sela PRAMA unpad membuat pertanyaan tersendiri. Setidaknya ada 3 analis kepentingan atas mencuatnya mereka ke permukaan. Pertama, boleh jadi ini sebagai strategi alih peran..untuk mencuri persepsi publik. Terhadap siapa yang akan maju mencalonkan diri pada Prama Unpad. Mereka mencoba untuk show up melalui manuver praktis ke area intra dengan membawa isu-su kemahasiswaaan. Kedua, Ada kepentingan politik ekstra kampus yang coba bermain. Seperti kita ketahui Beberapa tahun kedepan akan banyak agenda politik makro. Sebut saja yang terdekat, pilkada sumedang 2007, pilkada jawa barat 2008 dan terkahir pemilu presiden 2009 artinya kepentingan ekstra kampus sudah mulai turun gunung dan masuk ke wilayah internal kampus. Mereka melihat bahwasanya mahasiwa sebagai aset besar untuk membuat peta politik gerakan makro ekstra kampus. Yang akhirnya berdampak pada pendongkrakan suara-suara calon. Ketiga. boleh jadi ini sebagai bentukannya rektorat untuk dijadikan sparing partner Kema Unpad secara halus. Rektorat melihat bahwa saat ini KEMA bergerak dengan sangat leluasa, tidak ada tantangan yang bisa dijadikan sebagai rival politik, sehingga perlulah dibuat modifikasi gerakan tandingan.
Dibutuhkan gerakan kolektif
Sejatinya dalam perjuangan panjang dan berliku-liku akan banyak tantangan dan gesekan, namun terlepas dari itu semua yang terpenting adalah bagaimana KEMA bisa berlegowo dan tetap bisa berkonsentrasi terhadap agenda-agenda yang lebih besar. Sekadar mengingatkan masih banyak "pekerjaan rumah" bagi Lembaga Kemahasiswaaan Unpad yang belum terselesaikan. Kultur feodal yang masih mengental, tatanan kepemerintahan yang masih carut-marut dan pelayanan fasilitas yang masih dibawah standar adalah sekelumit problema umat yang harus mendapat porsi besar. Maka dari itu, yang dibutuhkan saat ini adalah gerakan kolektif dari semua elemen untuk dapat bekerja sama satu dan lainnya demi kepentingan seluruh mahasiswa, masyarakat dan bangsa.

0 comments: